EXISTENSI AGAMA DALAM KELUARGA
(Menyimak Peran Orang Tua Terhadap Pendidikan Agama di limgkungan Kelurga)
Oleh Suprihatiningsih, S.Ag, M.Si.**
A. Pendahuluan
Al-din al-nashihah (agama itu adalah nasihat) demikian sabda Nabi SAW . Semakin kuat keberagamaan seseorang, semakin kuat dan jelas pula nasihatnya. Sebaliknya, semakin lemah keberagamaan dan keyakinan seseorang semakin berkuranglah peringatan dan ansihat yang disampaikannya.
Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat adikodrati (supernatural) selalu menyertai dalam ruang lingkup kehidupan yang luas. Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang perorang maupun dalam berhubungan dengan masyarakat luas. Selain itu agama juga memberi dampak bagi kehidupan sehari-hari.
Tumbuh dan berkembangnya kesadaran agama (religious conciousness), tidaklah tumbuh secara kebetulan, tetapi melalui proses yang panjang. Walaupun setiap anak dilahirkan kedunia ini dalam keadaan fitrah, artinya manusia lahir membawa fitrah beragama dan potensi berbuat baik, namun fitrah dan potensi yang sudah ada semenjak dilahirkan itu tidak akan berkembang secara optimal tanpa adanya pemeliharaan dan bimbingan.
Bimbingan untuk pengembangan fitrah dan potensi yang masih berupa bibit atau benih itu dapat melalui proses pendidikan. Seorang anak harus dipandu dan diarahkan agar mereka tidak menyimpang dari fitrah dan potensinya yang sudah mereka bawa semenjak lahir dengan memberikan pendidikan. Adapun pendidikan yang paling berpengaruh, adalah pendidikan dalam keluarga. Apabila di lingkuangan kelurga anak-anak tidak diberikan pendidikan agama, biasanya sulit untuk memperoleh kesadaran agama (religious conciousness), yang memadai
Pada makalah ini penulis akan membahas tentang existensi agama dalam keluarga ( peran orang tua terhadap pendidikan agama di lingkungan keluarga). Menurut pandangan penulis keeksisan sebuah agama dalam keluarga tergantung dari bagaimana peran orang tua yang diajarkan orang tua. Dalam makalah ini pengertian pendidikan tidak dibatasi oleh institusi ( lembaga) lapangan pendidikan tertentu. Pendidikan diartikan dalam ruang lingkup yang luas, yaitu upaya sadar yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki tangung jawab terhadap pembinaan, bimbingan, pengembangan serta pengarahan potensi yang dumiliki anak. Yang dimaksud bertangung jawab dalam pengertin ini adalah kedua orang tua.
Disadari atau tidak oleh orang tua, gerak gerik dan tingkah laku mereka sehari-hari yang setiap waktu bahkan setiap saat dilihat, dirasakan dan di dengar oleh anak adalah proses belajar bagi mereka.
Kalau materi yang sering diterima anak baik, sebuah keluarga yang harmonis, hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang, secara otomatis unsur-unsur kebaikan itu akan tertransfer kedalam diri anak, disaat itu bisa dikatakan orang tua telah berhasil menjadi seorang guru yang bagi anaknya. Namun jika materi yang sering diterima anak tidak baik, seperti kekerasan dalam rumah tangga, perhatian dan kasih sayang yang kurang karena orang tua sibuk dengan urusan masing-masing, ucapan-ucapan yang tidak baik, disaat itu orang tua telah gagal menjadi guru pertama dan utama bagi anak.
Pengertian pendidikan agama dalam keluarga adalah proses transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit social terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Kenapa keluarga? Karena keluarga merupakan lingkungan budaya yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
B. Terminologi Keluarga
Keluarga dalam bahasa Arab adalah al-Usroh secara etimologis mampunyai arti ikatan. Kata keluarga dapat diartikan sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat, atau sebuah tempat di mana seseorang memperoleh nilai-nilai agama, norma-norma social, internalisasi norma-norma, terbentuknya frame of reference, behaviorisme, dan lain-lain. Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat merupakan lingkungan budaya pertama dan utama dalam rangka menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan perilaku yang dianggap penting bagi kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
Pengalaman- pengalaman seseorang dalam berinteraksi di dalam keluarganya turut menentukan cara-cara bertingkah laku terhadap orang lain dalam pergaulan social di luar keluarganya. Apabila interaksi social di dalam keluarga tidak lancar atau tidak wajar, maka kemungkinan besar interaksi social dengan dengan masyarakat pada umumnya juga berlangsung dengan tidak wajar.
Pada tingkatan masa anak-anak seorang individu hanya berinteraksi dengan anggota keluarga, ini adalah saat yang tepat bagi orang tua untuk membentuk karakter seorang anak. Orang tualah yang mengarahkan kehidupan anak dengan kebiasaan yang dilakukan sehari-hari dirumah yang merupakan teladan bagi anak.
Adapun jenis-jenis hubungan keluarga sebagaimana dijelaskan oleh Robert R. Bell dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk, yaitu:
1. kerabat dekat ( conventional kin)
Kerabat dekat terdiri atas individu yang terkait dalam keluarga melalui hubungan darah, adopsi, dan atau perkawinan, seperti suami istri, orang tua- anak, dan antar saudara (siblings)
2. Kerabat jauh (discretionary)
Kerabat jauh terdiri atas individu yang terkait dalam keluarga melalui hubungan darah, adopsi dan atau perkawinan, tetapi ikatan kelurganya lebih lemah daripada kerabat dekat. Anggota kerabat jauh terkadang tidak menyadari akan adanya hungan keluarga tersebut. Hungan yang terjadi di antara mereka biasanya karena kepentingan pribadi dan bukan karena adanya kewajiban sebagai anggota keluarga. Biasanya mereka terdiri dari Paman-bibi, keponakan dan sepupu
3. Orang yang dianggap kerabat (fictive kin)
Seorang diangap anggota kerabat karena ada hungan yang khusus, misalnya hubungan anta teman akrab
Dalam norma sosial, asal-usul keluarga terbentuk dari perkawinan. Asal-usul ini erat kaitannya dengan aturan Islam bahwa dalam upaya pengembang-biakan keturunan manusia, hendaklah dilakukan dengan perkawinan. Oleh sebab itu, pembentukan keluarga di luar peraturan perkawinan dianggap sebagai perbuatan dosa.
C. Agama Dalam Kehidupan Individu
Para pakar bahasa Indonesia berbeda pendapat tentang kata ‘agama’. Apakah ia terambil dari gabungan kata a yang berarti ‘tidak’ dan gama yang bertai kacau. Atau diambil dari bahasa Indo-Germania yang berarti “jalan menuju syurga”. Tapi, yang jelas al-Qur’an menamai agama dengan din. Dalam kamus Besar Bahasa indonesis , agama diartikan sebagai, kepercayaan kepada Tuhan (Allah, dewa, dan lain sebagainya) denagn ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu. Agama sering dipahami sebagai hubungan pribadi antara manusia dengan Tuhan yang diyakininya, sehingga dengan demikian terjadi subtyektifitas pada diri masing-masing agama dan penganutnya.
Abdul Karim Al-Khatib, seorang ahli agama Islam, menegaskan bahwa agama adalah hubungan pribadi antara seseorang denagn Tuhan yang dipercayai, diandalkan serta diyakininya menguasai masa kini dan masanya, hidup dan matinya, dan yang kepadaNya manusia mengabdi. Lain halnya dengan John Locke yang mengatakan bahwa beragama adalah individual. “Mustahil seseorang akan menjadi saya percaya, kalau jiwa saya tidak percaya”
Terlepas dari apa yang dikemukakan oleh Abdul Karim Al-Khatib dan John Locke yang jelas manusia sering disebut sebagai homo religius (makhluk beragama). Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia memiliki potensi dasar yang dapat dikembangkan sebagai makhluk yang beragama. Potensi yang dimiliki manusia ini secara umum disebut sebagai fitrah keagamaan, yaitu berupa kecenderungan untuk bertauhid. Sebagai potensi, maka perlu adanya pengaruh dari luar dirinya. Pengaruh tersebut dapat berupa bimbingan, pembinaaan, latihan, pendidikan dan sebaginya yang secars umum disebut sosialisasi. Dalam sebuah keluarga orang yang memiliki peran sebagai agen sosialisasi ini adalah orang tua.
Agama dalam kehiduupan individu berfungsi sebagai system nilai yang memuat norma-norma tertentu menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakian agama yang dianutnya. Sebagai sitem nilai agama mempunyai arti yang khusus dalam kehidupan individu serta dapat dipertahankan sebagai bentuk cirri khas.
Menurut Mc Guire, diri manusia memiliki bentuk system nilai tertentu. Sistem nilai ini merupakan sesuatu yang dianggap bermakna bagi dirinya. Sistem ini dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi. Perangkat sistem nilai ini salah satunya dipengaruhi oleh keluarga.
Dalam diri manusia terdapat system nilai tertentu. Sistem nilai ini dianggap sesuatu yang bermakna bagi dirinya. Sistem ini dibentuk melalui belajar dan sosialisasi dari keluarga kemudian meresap dalam diri seorang individu. Sejak itu perangkat nilai itu menjadi system yang menyatu dan membentuk identitas seseorang. Ciri khas ini terlihat dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana seorang individu bersikap dan berpenampilan. Menurut Pandangan Mc Guire, yang membentuk system nilai dalam diri individu adalah agama.
Dilihat dari fungi dan peran agama dalam memberikan pengaruhnya terhadap individu, baik dalam bentuk system nilai, motivasi maupun pedoman hidup, maka pengaruh yang paling penting adalah sebagai pembentuk kata hati (conscience). Kata hati menurut Erich Fromm Panggilan kembali manusia pada dirinya. Erich Fromm membagi kata hati menjadi dua , yaitu kata hati otoritarian dan kata hati humanistic.
Pengaruh agama dalam kehidupan individu adalah memberi kemantapan batin, rasa bahagia, rasa terlindungi, rasa suxes dan rasa puas. Persaan poisitif ini lebih lanjut akan menjadi pendorong untuk berbuat. Agama dalam kehidupan individu selain menjadi motivasi dan nilai etik juga merupakan harapan.
Agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai mempunyai unsure kesucuan serta ketaatan. Ketrkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang untuk berbuat sesuatu. Agama juga dapat berfungsi sebagai nilai etik karena dalam melakukan suatu tindakan terikat kepada ketentuan anatara mana yang tidak boleh dan mana yang tidak boleh menurut agama yang dianutnya.
Sebaliknya agama juga sebagai pemberi harapan bagi pelakunya. SEseorang yang melaksanakan perintah agama umumnya karena adanya suatu harapan terhadap pengampunan atau kasih sayang dari sesuatu yang ghaib.
Sebagai motivasi, agama mendorong seseorang untuk berkreasi, berbuat kebajikan maupun berkorban. Sebagai Nilai etik, agama mendorong seseorang untuk berlaku jujur, menepati janji, menjaga amanat dan lain-lain. Dan Sebagai harapan, agama mendorong seseorang untuk bersikap ikhlas, menerima cobaan yang berat ataupun berdo’a. Sikap seperti itu akan lebih terasa secara mendalam jika bersumber dari keyakinan terhadap agama.
D. Peran orang tua terhadap pendidikan agama dalam keluarga
Peran keluarga (orang tua) dalam mendidik anak-anaknya merupakan suatu hal yang tidak bisa diabaikan. Anak-anak sejak masa bayi hingga usia sekolah memiliki lingkungan tunggal, yaitu keluarga. makanya tak mengherankan jika Gilbert Highest menyatakan bahwa kebiasan yang dimiliki anak-anak sebagian besar terbentuk oleh pendidikan kelurga. Sejak dari bangun tidur hingga saat akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dan pendidikan dari lingkungan keluarga. Penanaman kesadaran beragama dalam sebuah kelurga harus dimulai dari pembentukan system nilai yang bersumber dari niali-nilai ajaran agama.
Adapun pembentukan system nilai ini tergantung dari perlakuan yang diberikan orang tua dan ketersedian lingkungan agama yang mendukung. Secara konkrit dapat digambarkan, bahwa untuk menanamkan nilai ibadat orang tua harus mencontohkan sikap dan prilaku ketaan beragama. Pembentukan system nilai akan kurang berpengaruh bila tidak disertai dengan keteladanan dan contoh. Anak-anak selalu belajar dari perlakuan orang tua terhadap dirinya. Menurut Rasulullah, fungsi dan peran orang tua mampu untuk membentuk arah keyakinan anak-anak mereka. Walaupun anak yang baru dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang dianut anak sepenuhnya tergantung dari bimbingan, pemeliharaann dan pengaruih kedua orang tua mereka.
Setiap orang tua mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kepada anak-anaknya tentang seluk beluk kehidupan ini. Kewajiban ini sebagai bagian dari peran social orang tua. Kewajiban orang tua pada proses sosialisasi nilai keagaman dan norma-norma social ini adalah untuk membentuk kepribadian anak-anaknya. Apa yang dilakukan orang tua pada anak dimasa awal pertumbuhannya sangat menentukan kepribadian anak-anaknya tersebut. Self anak terbentuk dan berkembang melaui interaksi dengan significant othersnya yaitu orang tua dan anggota keluarga lainya, orang tualah yang mejadi role model bagi seorang anak dalam membentuk kepribadinya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Erich Fromm yang menjelaskan bahwa adanya hubungan antara pembentukan nilai-nilai kepribadian dengan nilsi-nilsi moral keagamaan.. Mereka yang hidup dilingkungan keluarga yang taat serta berhungan dengan orang-orang taat beragama, akan memberikan pengaruh dalam pembentukan karakternya. Sebaliknya mereka yang asing dengan lingkungan yang seperti itu akan sulit untuk mengenal nilai-nilai keagamaan.
Kegiatan dan proses pendidikan dapat terjadi dalam tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga lingkungan ini harus bekerja sama dan saling mendukung untuk hasil yang maksimal dalam membentuk kepribadian seorang anak yang baik dan sholeh.
Lingkungan pertama yang punya peran adalah lingkungan keluarga, disinilah anak dilahirkan, dirawat dan dibesarkan. Pendidikan in formal dalam keluarga akan banyak membantu dalam meletakan dasar pembentukan kepribadian anak. Misalnya sikap religius, disiplin, lemah lembut, rapi, rajin, sopan, dan sbagainya dapat tumbuh, bersemi dan berkembang sesuai dengan kebiasaanya dirumahDisinilah proses pendidikan berawal, orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak. Orang tua adalah guru agama, bahasa dan sosial pertama bagi anak, kenapa demikian? Karena orang tua (ayah) adalah orang yang pertama kali melafazdkan adzan dan iqomah ditelinga anak di awal kelahirannya. Orang tua adalah orang yang pertama kali mengajarkan anak berbahasa dengan mengajari anak mengucapkan kata ayah, ibu, nenek, kakek dan anggota keluarga lainnya. Orang tua adalah orang yang pertama mengajarkan anak bersosial dengan lingkungan sekitarnya.
Orang tua, ibu khususnya karena seorang ibu yang biasanya punya banyak waktu bersama anak dirumah, bisa menjadi guru yang baik bagi anak-anaknya, jika seorang ibu mampu mengarahkan, membimbing dan mengembangkan fitrah dan potensi anak secara maksimal pada tahun-tahun pertama kelahiran anak dimana anak belum disentuh oleh lingkungan lain, dalam artian anak masih suci.
Salah satu unsur dari proses pendidikan adalah pendidik. Di pundak terletak tanggung jawab yang besar. Hal ini disebabkan karena pendidkan merupakan cultural transition yang bersifat dinamis kearah suatu perubahan secara kontiniu, sebagai sarana vital dan membangun kebudayaan dan peradaban umat manusia.
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Islam mengajarkan bahwa pendidik pertama dan utama yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan jasmani dan rohanipeserta didik adalah kedua orang. Islam memerintahkan kedua orang tua untuk medidik diri dan keluarganya, terutama anak-anaknya.
Titik awal dari pembentukan kepribadian seorang anak dan masayarakat adalah orang tua. Seandainya setiap orang tua menyadari tugas dan tanggung jawabnya serta mampu menjadi guru pertama bagi anak-anaknya, mungkin akan terlahir generasi muda yang punya kepribadian tangguh dan anak-anak sholeh.
Proses kehidupan dalam sebuah keluarga adalah proses belajar pertama bagi anak sebelum mereka hidup dalam lingkungan yang lebih luas yaitu sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu seharusnya setiap orang tua harus mampu memanfaatkan masa-masa ini untuk mengembangkan potensi anak untuk membentuk pribadi yang sempurna.
Di sekolah terlihat hasil dari pola asuh orang tua dirumah sebelum anak terjun kelingkungan sekolah. Ada anak yang baik dan punya sopan santun, dan ada juga yang terbiasa berkata tidak sopan dan banyak lagi macam karakter-karakter anak yang lain. Semua model karakter anak tersebut adalah hasil dari didikan orang tua dirumah.
Sesuatu yang ditanamkan dan dibiasakan oleh orang tua sebagai dasar karakter anak itulah yang kelihatan dalam diri anak pada tahap berikutnya. Perbedaan-perbedaan ini bisa terlihat ketika anak-anak berkumpul dan bergabung jadi satu dengan anak-anak lainnya, disanalah terlihat bermacam-macam kepribadian dan karakter mereka.
Secara garis besar peran orang tua terhadap pendidikan agama dilingkungan keluarga mengacu dan berorientasi kepada frman allah dalam surat Luqman ayat 12-19, nasihat Luqman kepada anak-anaknya yaitu:
وَلَقَدْ اتَيْنَالُقْمنَ الحَكِْمَةَ اَنِاشْكُرِْللهِ وَمَنْ يَشْكُرْفَاِنَّمَايَشْكُرْلِنَفْسِه وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللهَ غَنِيٌ حَمِيْدٌ. (12). وَاِذْ قَالَ لُقْمنُ لاِبْنِه وَهُوَ يَعِظُه يبُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِاللهِ اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ. (13). وَوَصَّيْنَااْلاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ اُمُّه وَهْنًاعَلى وَهْنٍ وَّفِصلُه فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَ اِلَيَ اْلمَصِيْرُ. (14). وَاِنْ جَاهَدكَ عَلى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَالَيْسَ لَكَ بِه عِلمً فَلاَتُطِعْهُمَاوَصَاحِبْهُمَافِىالذُنْيَا مَعْرُوْفًاوَّتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِئُكُمْ بِمَاكُنْتُمْ تَعْمَلُوْن. (15). يبُنَيَّ اِنَّهَااِنْ تَكُ مِثْفَالَ حَبَةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِيْ صَخْرَةٍ اَوْ فِىالسَّموتِ اَوْفِى الاَرْضِ يَأْتِ بِهَااللهُ, اِنَّ اللهَ لَطِيْفٌخَبِيْرٌ. (16). يبُنَيَّ اَقِمِ الصَلوةَ وَأْمُرُ بِاْلمَعْرُفِ وَانْهَ عَنِ اْلمُنْكَرِ وَاضْبِرْ عَلى مَآاََصَبَكَ, اِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِاْلاُمُرٍ. (17). وَلاَتُصَعِر خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلاَتَمْشِ فِىاْلاَرْضِ مَرَحًاو اِنَّ اللهَ لاَيُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍ. (18). وَاقْصِدْ فِيْ مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ اِنَّ اَنْكَرَ اْلاَصْوَاتِ لَصَوْتُ اْلحَمِيْرِ. (19).
Artinya:
“Dan sesungguhnya telah kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur; maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (12). Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya. Di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar.” (13). Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (14) Dan jika keduanya untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu. Maka janganlah kamu mengikuti keduanya. Dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Ku-lah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (15). Luqman (berkata): “Hai anakku sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (16). Hai Anakku dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). (17). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (18). Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai. (19).
Menarik disimak bahwa pengajaran ini diabadikan Al-Qur’an setelah dalam ayat sebelumnya al-Qur’an menegaskan bahwa sebagain dari hikmah yang dianugerahkan kepada luqman itu adalah perintah untuk bersyukur atas nikmatNya. Tentu saja nikmat tersebut adalah anak, dan mansyukuri kehadiran anak adalah dengan mendidiknya.
Luqman memulai nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik (mempersekutukan Allah). Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran aqidah-tauhid. Mengingat keluarga dalam hal ini orang tua lebih dominan dalam mendidik anak, maka pendidikan dasar yang harus diberikan orang tua kepada seorang anak adalah dengan memberikan pengetahuan dasar-dasar keimanan (aqidah- tauhid) dan ke-Islaman. al-Ghazali memberikan beberapa metode dalam rangka menanamkan aqidah dan keimanan dengan cara memberikan hafalan. Sebab kita tahu bahwa proses pemahaman diawali dengan hafalan terlebih dahulu (al-Fahmu Ba’d al-Hifdzi).
Ketika mau menghafalkan dan kemudian memahaminya, akan tumbuh dalam dirinya sebuah keyakinan dan pada akhirnya membenarkan apa yang diayakini. Inilah proses yang dialami anak pada umumnya.
Setelah kewajiban pokok yang berkaitan dengan Allah, maka disusul dengan kewajiban untuk berbakti kepada orang tua , khususnya kepada ibu. Yang menarik dari kedua pesan di atas adalah keduanya disertai dengan argumentasi yang dapat dibuktikan oleh manusia melalui penalaran akalnya yang dianjurkan Al-qur’an pada saat dia mengemukakan materi tersebut.
Materi yang ketiga adalah perintah shalat dan mengerjakan yang ma’ruf. Yang dimaksud dengan yang ma’ruf adalah segala sesuatu yang diakui oleh adapt sitiadat masyarakat sebagai hal yang baik selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai aqidah dan syuari’ah.
Akhirnya nasihat luqman ditutup dengan kewajiban bersikap lemah lembut terhadap orang lain, sopan dalam berjalan dan berbicara. Pendidikan agama dalam keluarga dilaksanakan melalui contoh dan teladan (uswatun hasanah) dari orang tua. Perilaku sopan santun orang tua dalam pergaulan dan hubungan antara ibu dengan bapak, antara orang tua dengan anak, kakak dengan adik dan adik dengan kakak, sangat mempengaruhi prilaku anak dalam masyarakat. Dalam hal ini Benjamin Spock menyatakan bahwa setiap individu akan selalu mencari figur yang dapat dijadikan teladan ataupun idola bagi mereka.
E. Kesimpulan
Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa pendidikan di lingkungan keluarga itu penting sekali artinya dengan berorientasi kepada firman Allah SWT dalam surat Al Luqman ayat 12 s/d 19, sebab pendidikan di lingkungan keluarga itu adalah pendidikan pertama dan yang utama, bisa memberi warna dan corak kepribadian anak seandainya orang tua tidak menyempatkan diri untuk mendidik anak-anaknya di keluarga sehingga terabaikan begitu saja karena kesibukan orang tua. Maka hal ini akan membawa pengaruh yang tidak baik terhadap kesaran beragama (religious conciousness) anak.
Demikianlah makalah ini penulis akhiri mudah-mudahan bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Penulis yakin bahwah makalah ini banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar